Lilypie Maternity tickers

Monday, December 7, 2009

"Worldview"

Oleh: Hamid Fahmy Zarkasyi


Adalah Samuel P.Huntington yang menamai konflik global sekarang ini dengan clash of civilization melalui bukunya berjudul The Clash of Civilization and the Remaking of the World Order (1996). Alasannya, sumber konflik ummat manusia saat ini bukan lagi ideologi, politik atau ekonomi, tapi kultural. Sebab semua orang kini cenderung mengidentifikasi diri dengan identitas kultural. Jika kultur atau peradaban adalah identitas, maka identitas peradaban itu sendiri adalah worldview. Jadi clash of civilization berindikasi clash of worldview.


Banyak yang tidak sepakat dengan Huntington. Mungkin karena superficial atau provokatif. Seakan berbeda budaya bisa berarti perang. Namun Huntington bukan tanpa pendukung. Peter Berger misalnya, setuju konflik politik sekarang ini adalah collision of consciousness (benturan kesadaran atau persepsi), kata lain dari clash of civilization. Tapi pilihan kata, clash dan collision memang vulgar, masih kalah lembut dari kata-kata al-Attas divergence of worldviews. Tapi benarkah kini sedang terjadi clash of civilization?


Hampir semua sepakat bahwa setiap peradaban mempunyai worldview. Jerman lebih dulu memiliki istilah weltanschauung: welt = dunia, anschauung = persepsi, berarti persepsi tentang dunia; di Italia digunakan istilah “konsepsi tentang dunia”, di Perancis kata weltanschauung dipinjam dan diartikan dengan “pandangan metafisis tentang dunia dan konsepsi kehidupan”, di Rusia disebut mirovozzrenie berarti pandangan dunia. Dan semua setuju bahwa kata worldview harus diikat oleh predikat kultural, religius, ataupun saintifik. Jadilah, misalnya istilah Christian Worldview, Medieval Worldview, Scientific Worldview, Modern worldview dan the Worldview of Islam. Semua mempunyai cara pandang yang ekslusif. Tapi semua orang tahu disitu ada proses saling meminjam antar peradaban, antar worldview. Mungkin ini sebabnya di Barat orang mudah menerima denominasi berdasarkan worldview ketimbang “agama”. Hegel misalnya ketika ia baca teologi Hindu ia spontan menerimanya sebagai Indischen weltanschauung. Bahkan Ninian Smart menjadikan worldview sebagai alat untuk mengekplorasi kepercayaan manusia (crosscultural explorations of human beliefs).


Banyak lapisan makna didalam worldview. Membahas worldview bagaikan berlayar kelautan tak bertepi (journey into landless-sea) kata Nietsche. Meskipun begitu di Barat ia tetap hanya sejauh jangkauan panca indera. Luasnya worldview bagi Kant, Hegel dan juga Goethe, hanya sebatas dunia inderawi (mundus sensibilis).Tapi bagi Shaykh Atif al-Zayn bukan luasnya yang penting, tapi darimana ia bermula, maka worldview adalah mabda’ (tempat bermula). Disitu dapat diketahui spektrum makna worldview. Sedangkan worldview Islam seperti yang digambarkan al-Attas tidak sesempit luasnya lautan dalam planet bumi, tapi seluas skala wujud, ru’yat al-Islam lil wujud.


Tapi memakai worldview sebagai matrik agama, peradaban, kepercayaan atau lainnya sah sah saja. Sebab worldview bisa diukur dari apa yang ada dalam pikiran orang. Oleh sebab itu dilapisan dalam worldview terdapat conceptual framework (kerangka kerja konseptual). Tidak salah jika kemudian Dilthey menjadikannya sebagai asas formulasi epistemologis yang obyektif. Worldview lalu berfungsi sebagai asas ilmu-imu sosial (Dilthey), dan ilmu-ilmu alam (Kant). Thomas S Kuhn (1922-1996) bahkan menyulap worldview menjadi paradigma yang menyediakan nilai, standar dan metodologi tertentu yang mengikat kuat kerja-kerja saintifik. Ia bahkan menyebutnya matrik disipliner (disciplinary matrix) yang memiliki elemen yang tersusun. Ini mengingatkan kita pada kata-kata Husserl dalam Crisis of European Sciences, bahwa worldview itu akhirnya mirip dengan kepercayaan keagamaan yang bersifat individual. Di satu sisi ini merupakan dinamika pemikiran yang positif. Ringkas kata, paradigm dan worldview memiliki variable-variable konsep yang terstruktur, yang berproses menjadi framework pemikiran, dan disiplin ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya ilmu menjadi sarat nilai, alias tidak netral.


Dalam Islam, sejauh apapun fikiran kita berpetualang wahyu tetap menjadi obornya. Al-Qur’an sendiri sarat dengan sistim konsep (conceptual scheme). Ilmu-ilmu seperti fiqih, hadith, tafsir, falak, tabi’ah, hisab, dsb, adalah derivasi dari konsep-konsep dalam wahyu. Artinya worldview Al-Quran telah menghasilkan framework dan disiplin ilmu yang juga ekslusif. Orang Barat, misalnya, tidak bisa mengadopsi metode ta’dil dan tajrih ilmu hadith, atau mengadopsi ilmu fara’id dalam Islam, dst. Sebaliknya orang Islam juga tidak bisa terima teori kebenaran dikhotomis: obyektif dan subyektif. Tidak juga bisa menerima doktrin pan-seksualisme Freud, doktrin evolusi Darwin dsb. Setiap teori atau konsep berangkat dari framework dan setiap framework diderivasi dari worldview.

Kalau saya terpaksa setuju dengan Huntington, maka saya hanya setuju pada dataran epistemologis. Itupun kalau ini termasuk dalam thesis Huntington. Pada dataran ini memang seperti tidak terjadi apa-apa, tidak terlihat pula konflik sosial, lebi-lebih senjata. Senjatanya adalah pena-pena para pemikir, yang dalam Islam dihitung baik pedang syuhada. Akibatnya, tidak kasat mata. Hanya saja disana sini terjadi kebingungan (confusion) intelektual, dan kehilangan identitas (lost of identity). Namun disini istilah clash of worldview lebih tepat disebut worldview intrusion.


Banyak contoh yang bisa membuktikan bahwa pemikiran ummat Islam kini sedang dirasuki oleh worldview peradaban lain. Banyak cendekiawan Muslim atau “ulama” memuji habis Immanuel Kant, Karl Marx, Thomas S Kuhn, Derrida dkk., tapi mengkritik al-Ash’ari, al-Ghazzali, al-Shafi’i dll. Ada pula yang ragu apakah al-Qur’an benar-benar wahyu Allah, sedangkan ia percaya rukun Iman. Kini malah ada wanita Muslimah berjilbab, tapi protes mengapa Tuhan begitu maskulin. Malah tidak aneh jika seorang ahli tahajjud dengan keningnya yang hitam, juga seorang Marxist. Ia memahami makna Tawhid, tapi tidak tahu berfikir tawhidi. Imannya tidak didukung oleh akalnya sehingga ilmunya tidak menambah imannya. Muslim tapi worldview dan framework berfikirnya tidak. Itulah dampak worldview intrusion.


Bagi yang tidak percaya thesis Huntington, boleh jadi ia percaya pada Derrida (1930-..). Sebab tradisi intelektual Barat yang oleh Derrida disebut logocentrism telah dirobohkan (deconstructed). Zaman postmodern telah menjadi post-worldview era. Tidak ada lagi worldview. Tidak ada kepastian akan kebenaran tentang alam, apalagi framework. Semua bebas memahami semua. Jadi tidak ada clash of worldview. Tapi bukankah Derrida sedang mengusung worldview dan framework dia sendiri?


Humorpun bagi Witgenstein masih termasuk worldview, meski ia hanya ilusi manusia tentang dunia. Dalam teologi Kristen sendiri konflik kebaikan dan kejahatan dianggap sebagai konflik worldview. Konflik antara kerajaan Tuhan dengan kerajaan Setan. Jadi clash of worldview atau intrusion of worldview bukanlah skenario peperangan, karena ia terjadi dalam diri kita sehari-hari, dalam akal dan hati kita. Oleh sebab itu kita tidak hanya perlu ditunjukkan tentang hakekat kebenaran tapi juga jalan menuju kebenaran. "Allahumma arina al haqqan warzuqnat tiba’ah, wa arinal bathila-bathilan warzuqnaj tinabah.” [www.hidayatullah.com]


Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)

Friday, December 4, 2009

SEMINAR SEHARI PENGUKUHAN PANDANG ALAM ISLAM

Dalam menghadapi kegentingan masalah masyarakat Islam dalam pelbagai bidang dewasa ini, satu usaha yang terencana dan teliti bagi merungkai masalah tersebut amat diperlukan. Oleh sebab itu, segala penyelesaian yang ingin dilakukan haruslah bermula dengan usaha memperbetulkan cara berfikir masyarakat Islam terutama yang berhubung dengan unsur-unsur penting yang membentuk alam pemikiran mereka.

Bertitik tolak dari kesedaran tentang pentingnya usaha tersebut satu seminar sehari pengukuhan Pandangan Alam Islam akan dianjurkan oleh Himpunan Keilmuan Muda (HAKIM) dengan kerjasama Persatuan Kebangsaan Pelajar Islam Malaysia (PKPIM) dan Institut Integriti Malaysia.

Yuran

Seminar DAN Syarahan Perdana:
Umum : RM100 seorang
Pelajar : RM35 seorang

Syarahan Perdana SAHAJA:
Umum : RM50 seorang
Pelajar : RM20 seorang

Aturcara Program (tentatif):
9.00 – 10.30 pagi:
- Perasmian oleh Tetamu Kehormat
- Ucap Utama oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, UKM
Tajuk: Pengukuhan Pandangan Alam Islam Di Kalangan Masyarakat Islam Kini: Cabaran dan Harapan

11.00 – 1.00 ptg: Sidang Pertama
- Pembentang:
1. Dr. Mohd Zaidi Ismail, IKIM
Tajuk: Faham Ilmu Dalam Islam: Satu Pengenalan Ringkas
2. Dr. Mohd Farid Mohd Shahran, UIAM
Tajuk: Makna dan Matlamat Agama dalam Islam

2.00 – 3.30 ptg: Sidang Kedua
- Pembentang:
1. Dr. Mohd Sani Badron, IKIM
Tajuk: Adab dan Ta’dib sebagai Asas Pendidikan Islam
2. Dr. Adi Setia Mohd Dom, UIAM
Tajuk: Islam dan Falsafah Sains

3.45 - 5.30 ptg: Sidang Tiga
- Pembentang:
1. Dr. Khalif Muammar, UKM
Tajuk: Pandangan Islam terhadap Tradisi dan Kemodenan
2. Dr. Wan Azhar Wan Ahmad, IKIM
Tajuk: Islam dan Cabaran Sekularisasi dan Pembaratan

5.30 - 8.30: Rehat

9.00 – 11.00 mlm:
- Syarahan Perdana
Oleh: Professor Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas
"Reviving The Worldview of Islam: Internal and External Challenges"

Untuk urusan pertanyaan dan pendaftaran, sila berhubung terus dengan:
Abdul Muntaqim (019-8285019) atau,
hantarkan e-mail ke alamat:
seminar.hakim@gmail.com

Terima kasih.

Wednesday, December 2, 2009

ALHAMDULILLAH

Bismillahirrahmanirrahiim.
ShadaqALlah al-'Adhiim.

Mahu

Mahu beritahu ini pada kamu;
Kamu yang terbaik.

Mahu buat ini untuk kamu;
Berada di sisi dan tak pernah pergi.

Mahu lihat ini di wajah kamu;
Ketenangan dan senyuman indah.

Mahu ada ini dekat kamu;
Kesejahteraan, keselamatan sampai bila-bila, di mana-mana.

Mahu ucap ini pada kamu;
Aku tak pernah putus ingat kamu.

Tuesday, December 1, 2009

Cerita Diana*

Bismillahirramanirahiim.

Alhamdulillah, masih punya baki tenaga, masa, buah fikiran untuk dikongsi bersama. Moga memberi manfaat kepada semua termasuk diri.

Entri kali ini bukan seperti entri-entri sebelumnya yang bersifat serius dan formal. Kali ini hanyalah sekadar perkongsian pengalaman dua insan; aku dan Diana.

Diana seorang gadis awal remaja, 11 tahun yang akan menamatkan pengajian sekolah rendah yang penuh dengan saat-saat ceria, gembira, sedih, menangis dan ketawa. Seorang adik dan kakak dalam keluarga. Diana seorang yang ramah, selalu ingin menjadi ketua dan mendapat perhatian selayaknya dari teman-teman dan masyarakat sekeliling.

Seperti gadis lain Diana punya cita-cita mahu cemerlang dalam pelajaran namun dia juga faham akan kondisi keluarga yang memerlukan dia berkorban masa luangnya juga masa belajar untuk menjaga adik-adiknya tika ibu perlu menyediakan kuih untuk jualan, tika abang perlu ke kelas tuisyen dan tika adik-adik merengek mahukan makan, susu, mahu dibersihkan dan diberi perhatian.

Keluarga Diana bukan dari kalangan yang hidup punya serba-serbi. Walaupun menetap di bandar keluarga Diana masih tidak mampu untuk mengadakan sesuatu yang dianggap kebiasaan bagi masyarakat bandar. Mereka hidup sekadarnya tidak mewah apa lagi untuk hidup dalam kelewahan.

Diana seorang yang gemar membaca dan menulis. Di sekolah, tika tiba waktu Pelajaran Komputer, Diana merupakan yang pertama antara rakan sekelasnya yang tiba awal di Makmal Komputer. Dia akan menggunakan sepenuh masa yang diberi untuk mengakses laman-laman sesawang yang dirasakan berguna.

Apabila ada masa terluang, Diana akan membelek dan membaca apa sahaja buku-buku yang dijumpainya di rumah termasuk buku cerita kanak-kanak, buku teks sekolah dan majalah-majalah.

Aku amat kagum dengan sifat Diana yang tak malu untuk belajar.

Allah Maha Pengasih ketemukan kami dalam satu program yang aku dan teman-teman anjurkan. Diana merupakan anak kepada Kak Latifah*, seorang senior yang juga antara urusetia yang mengendalikan program. Kak Latifah membawa kesemua anak-anaknya memandangkan ketika itu cuti sekolah penggal akhir telah pun bermula. Bukan sahaja Diana, aku juga berkesempatan mengenali seisi keluarganya termasuk suami Kak Latifah sendiri.

Aku begitu mudah mesra dengan Diana bukan kerana sifatku yang sememangnya meminati kanak-kanak tetapi kerana sikap Diana sendiri yang gemar bertanya dan berkongsi.

Ketika aku dan teman mengendali slot LDK (Latihan Dinamika Kumpulan), aku diminta Kak Latifah untuk membawa Diana bersama. Tujuannya adalah untuk Diana belajar sebanyak mungkin dari aku dan teman-teman termasuk mengalami sendiri bagaimana rasanya menjadi peserta program Latihan Kefasilitatoran.

Setiap perkataan atau istilah yang digunakan yang kurang difahami dan dirasakan sukar atau baru, Diana tidak takut untuk bertanya dan belajar. Setiap persoalan yang berlegar di dalam benaknya akan terus diajukan padaku tanpa segan silu.

Semasa program, aku membawa komputer ribaku bersama kerana ada kerja yang perlu aku selesaikan sebelum program tamat. Aku dapat lihat sinar pada mata Diana ketika dia melihat komputer riba itu. Cepat-cepat dia duduk rapat di sisiku.

"Komputer akak eh?"

"Iye, kenapa Diana?"

"Takdelah" Diana menjawab sambil tersenyum simpul. Tangannya menyentuh skrin komputer kemudian ke papan kekunci.

"Dapat internet ke kak?"

"Dapat", jawab aku sambil memulangkan senyuman.

"Diana ada emel?" soalku sengaja memancing umpan.

"Tak ada, tapi kawan ada", "Akak ada emel? Akak buat apa tu? Kenapa akak baca tu semua? Kerja ke?"

Banyak sungguh soalannya. Bertubi-tubi. Tak tahu yang mana satu harus aku jawab dulu.

"Akak kena baca ni sebab nanti bila program takde la akak ternganga bila ada perbincangan tentang ni nanti."

Diana memandang skrin lama. Aku cuba menyelami kemahuannya.

"Diana nak cuba?"

Terukir senyuman lebar di bibir. "Nak kak!" sahutnya gembira.

"O.K. tapi boleh guna Microsoft Word je tau. Jangan sentuh atau buka yang lain. Tau?" Pesan aku bersungguh-sungguh.

Aku mahu beri pengalaman itu pada dia. Aku mahu Diana bermotivasi untuk lebih cemerlang. Diana tahu bahawa pelajar universiti seperti aku punya peluang untuk menggunakan komputer peribadi. Aku mahu dia punya keinginan untuk melangkah jauh. Bukan sekadar angan-angan kosong.

"O.K. O.K." Diana mengangguk laju.

Aku pindahkan komputer ribaku ke atas ribanya. Tak lama selepas beberapa minit aku tinggalkan dia bersendirian kerana aku harus kembali ke dalam kumpulan.

Selang beberapa minit Diana datang perlahan merapati, "Akak, Ummi suruh berhenti. Ummi kata nanti akak nak pergi lain. Ummi suruh akak simpan." Aku mengangguk tanda faham.

Sebelum aku menyimpan komputer ribaku, aku menyimpan titipan cerita yang Diana taipkan dalam komputer itu. Aku simpan dokumen itu dengan nama "Cerita Diana".

Bila aku buka kembali, rupanya cerita itu masih berbaki, masih belum punya klimaks mahupun penutup.

Pada suatu hari seorang pengemis itu berfikir bagai mana ingai mencari makanan untuk anak dan isteri. Pengemis mendapat idea untuk mencuri sayur-sayuran di rumah orang kaya itu. Pengemis mencuri


Aku amat berharap coretan Diana yang kecil ini dapat dibesarkan Aku harap dapat ketemu lagi dengan Diana, adikku yang bijak!

Aku bersama Diana

"Oh Allah, temukan kami kembali dalam Rahmah dan InayahMu. Amiin."

*bukan nama sebenar
Wallahu'alam.

Mata

Jika ditanyakan siapa kita? Ramai yang tahu bahawa kita adalah hamba Allah. Namun berapa ramai antara kita yang sedar bahawa kita hamba Allah? Ya, ramai manusia hanya tahu tetapi tidak sedar bahawa dirinya hamba Allah.

Justeru, ramai yang berlagak seolah-olah ‘tuan’ (malah Tuhan) dalam kehidupan sehari-hari. Sikap angkuh, tamak, pemarah dan bangga diri yang sepatutnya tidak ada pada diri seorang hamba, menjadi tabiat dan budaya dalam kehidupan. Ya, tahu dan sedar adalah dua perkara yang sangat berbeza.

Tahu letaknya di akal – dengan memiliki ilmu dan maklumat. Manakala kesedaran letaknya di hati – dengan memiliki penghayatan dan hikmah. Ini menjelaskan mengapa ada pelajar yang lulus A1 dalam mata pelajaran agama Islam tetapi tidak solat. Dia mungkin tahu tentang kebaikan solat tetapi tidak sedar akan kebaikan itu. Tahu, hanya ‘di permukaan’, yakni baru bersifat pengetahuan dan teori. Manakala sedar adalah mendalam, melibatkan kemahuan dan amali.

Kata Hikmah dari Sayidina Ali

Untuk mengetahui apakah hakikat sebenar kesedaran, marilah kita dengar apa yang pernah dikatakan oleh Sayidina Ali k.w. yang antara lain bermaksud: “Manusia ketika hidup di dunia semuanya tidur (mimpi), bila mati baru mereka terjaga (tersedar).” Kata-kata itu sungguh mendalam dan tersirat maknanya. Rupa-rupanya hanya apabila seseorang itu mati kelak barulah hakikat kehidupan ini tersingkap dengan sejelas-jelasnya. Ketika itu barulah si mati dapat “melihat” hidup dengan jelas dan tepat.

Setelah diri berada di alam barzakh (alam kubur), barulah manusia insaf apakah yang sebenarnya yang perlu dicari dan dimiliki dalam hidupnya ketika di dunia dahulu. Aneh, hanya apabila meninggal dunia, baru manusia menyedari tentang hakikat hidup di dunia. Seperti kata pepatah, “Setelah terantuk (mati), barulah dia tengadah (sedar).” Rupa-rupanya apa yang diburu semasa hidup di dunia hanyalah dosa. Manakala apa yang dihindarinya pula adalah pahala.

Ah, betapa tersasarnya tujuan hidup selama di dunia akibat buta mata hati. Dalam alam kubur, ketika debu-debu tanah menjadi ‘bumi dan langit’, barulah kita terjaga daripada “mimpi” selama ini. Sayangnya, pada ketika itu, segala-galanya sudah terlambat. Apa gunanya sedar di alam kubur kerana saat itu kita tidak boleh berbuat apa-apa lagi untuk memperbaiki keadaan. Sepatutnya kesedaran semacam itu perlu kita miliki sewaktu hidup di dunia ini. Jelaslah, sekiranya hidup di dunia dilalui dengan penuh kesedaran, barulah ada kebaikan dan manfaatnya. Sebaliknya, sekiranya kesedaran itu hanya dimiliki di alam kubur, maka segala-galanya sudah terlambat! Sedar vs Tahu

Kesedaran itu terletak di mana? Apabila Sayidina Ali menggunakan istilah ‘tidur’ dan ‘terjaga’, apakah beliau merujuk kepada mata? Selalunya, ketika hidup mata seseorang terbuka (terjaga) dan apabila mati matanya tertutup. Tetapi anehnya, Sayidina Ali menyatakan sebaliknya – bila hidup, yakni ketika mata terbuka itu yang dikatakan bermimpi manakala apabila mati (mata tertutup) dikatakan terjaga.

Apa yang dimaksudkan oleh Sayidina Ali dengan ‘terjaga’ (tersedar) tidaklah merujuk kepada mata di kepala, sebaliknya merujuk kepada mata di hati (di dalam dada). Ramai manusia yang hidup dengan mata hati yang tertutup. Bila mati baru mata hati itu terbuka. Mata hati inilah yang disebut dalam al-Quran sebagai yang ‘berada di dalam dada’. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud: “Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu dengan hati yang mereka miliki dapat memahaminya atau dengan telinga yang mereka miliki dapat mendengar semuanya?

Sesungguhnya (mereka yang tidak memahaminya) bukanlah kerana mata yang buta, tetapi yang buta itu ialah hati yang tersembunyi di dada.” (Surah al-Haj 22: 46) Seseorang akan memiliki satu kesedaran hanya apabila mata hatinya terbuka. Dia melihat sesuatu bukan hanya dengan pandangan mata kepala malah disertai dengan pandangan mata hati. Pandangan mata hati adalah pandangan yang paling tepat dan benar kerana ia mampu melihat yang tersirat di sebalik yang tersurat, dapat menerobos yang batin daripada yang lahir dan mampu membezakan antara yang hakiki dengan yang ilusi.

Empat Pandangan Manusia

Sebenarnya, manusia memandang apa sahaja di dunia dengan empat jenis pandangan:

• Pandangan mata.

• Pandangan akal.

• Pandangan nafsu.

• Pandangan mata hati.

1. Pandangan Mata

Pandangan mata, sifatnya selalu menipu. Contohnya, menerusi pandangan mata, kita melihat rel kereta api semakin jauh semakin menirus. Tetapi itu sebenarnya salah. Realitinya, rel itu tetap sama. Mata kita yang tertipu. Begitu juga kayu lurus yang dimasukkan separuh ke dalam air – kelihatan bengkok (sebenarnya ia tetap lurus). Bulan dilihat indah dari jauh tetapi kita tahu sebenarnya permukaan bulan penuh dengan lopak-lopak, lubang-lubang dan benjolan-benjolan yang tidak rata seolah-olah muka seorang yang berjerawat. Ya, begitulah, ramai manusia yang tertipu dengan pandangan mata.

2. Pandangan Akal

Pandangan akal (fikiran) pula sifatnya boleh tersalah. Berdasarkan kajian Ciaudius Ptolemy (saintis terkemuka pada zamannya), bentuk bumi adalah mendatar. Dunia ini ada hujungnya, yang mana jika sesiapa belayar sampai ke hujung dunia, dia akan terjatuh di penjuru itu. Manusia zaman itu sangat percaya kepada “pandangan akal” Ptolemy hinggakan tidak ada siapa yang berani belayar jauh, takut-takut terjerlus ke hujung dunia. Manusia pada zaman pertengahan pula percaya bahawa bumi adalah pusat edaran jagatraya (Centre of Universe).

Tetapi kepercayaan mereka disalahkan kemudiannya oleh Galileo Galilei dan Nicholas Copernicus yang menjelaskan bumi bukanlah pusat edaran bagi jagatraya tetapi matahari. Begitulah pandangan akal manusia yang saling salah menyalah antara satu sama lain. Penemuan orang terdahulu dibatalkan oleh kajian orang sekarang. Kajian orang sekarang dibatalkan pula oleh kajian orang akan datang. Akal bersifat terbatas, maka begitulah pandangannya, juga terbatas. Justeru, pandangan akal boleh tersalah.

3. Pandangan Nafsu

Pandangan ketiga ialah pandangan nafsu. Pandangan ini sifatnya melulu. Jika pandangan akal terbatas, nafsu pula selalu terbabas. Tidak ada yang dilihat oleh nafsu melainkan peluang dan ruang untuk melampiaskan kejahatannya. Sesuatu yang sudah cantik pada pandangan orang lain dipandang sebagai buruk dan keji kerana tidak mengikut selera nafsunya.

4. Pandangan Mata Hati

Pandangan yang keempat ialah pandangan mata hati. Ini adalah pandangan yang paling tepat dan hakiki. Hati pada asalnya adalah bersih dan baik. Apa sahaja yang dilihatnya akan sentiasa memberi kebaikan dengan syarat kebersihan dan kesucian hati itu terjaga.

Metafora Kuih

Supaya mudah difahami mari kita lihat metafora ini. Katalah, melihat kuih… Kita boleh melihatnya dengan empat pandangan. Kalau kuih dipandang dengan pandangan mata, kita akan tahu apa nama kuih, warna dan bentuknya. Itu pandangan mata biasa. Bagaimana pula jika kuih dipandang dengan pandangan akal? Ini adalah pandangan pakar-pakar pembuat kuih (chef atau pakar masakan). Mereka ini memandang dengan penuh kajian dan penelitian. Dengan itu mereka mampu menganalisis. Misalnya apakah kuih itu seimbang dari segi bahan-bahannya, ketepatan mengadunnya, kemahiran menguli dan membakarnya?

Pakar-pakar masakan ini mempunyai ilmu yang cukup untuk mengkaji apakah kesilapan (jika ada) dan ketepatan pembuatan kuih tersebut. Inilah kelebihan pandangan akal berbanding pandangan mata biasa. Lain pula keadaannya dengan orang yang memandang kuih dengan pandangan nafsu. Mereka ini tidak ambil pusing langsung apakah bentuk, nama atau cara pembuatan kuih itu.

Yang penting, makan dulu. Hinggakan dengan kegelojohan itu dia tidak sempat bertanya pun siapa yang empunya. Inilah buruknya pandangan nafsu. Yang dipentingkan hanya kesedapan dan keseronokan. Bagaimana melihat kuih dengan pandangan mata hati?

Melihat dengan pandangan mata hati akan menyebabkan kita seolah-olah dapat melihat pembuat kuih tersebut. Katalah, anda sedang berada di luar negara. Bila musim Hari Raya tiba, anda mendapat kiriman bungkusan dari kampung. Bila bungkusan itu dibuka dan anda melihat kuih di dalamnya, dengan tidak semena-mena air mata anda mengalir. Bila terlihat sahaja kuih, hati anda sedih. Kenapa?

Ya, kerana anda melihat wajah ibu (pembuat kuih) di sebalik kuih itu. Anda terkenang kasih-sayang, keprihatinan, kelembutan dan segala-gala yang baik daripada ibu anda. Pandangan itu menjangkau sesuatu yang lebih bererti, bukan sekadar pada tulang, daging dan urat ibu kita tetapi kepada yang lebih maknawi, yakni budi, kasih dan sayangnya. Tanyakan hati kita, manakah pandangan yang lebih tepat dan murni? Pastinya hati kita akan menjawabnya, itulah pandangan mata hati! 87141960

Diri pada Pandangan Mata Hati

Sebenarnya diri kita juga boleh dilihat dengan empat pandangan. Cuba bayangkan, kita di hadapan cermin. Bila kita memandang dengan pandangan biasa (hari-hari kita memandangnya begitu), kita akui itulah diri kita. Kemaskan rambut, betulkan tudung atau rapikan baju, lalu kita berlalu. Itulah pandangan mata biasa. Tetapi ada orang yang melihat dirinya dengan pandangan akal.

Bagaimana? Dengan akal fikiran, berlakulah analisa diri sendiri terhadap wajah yang dipantulkan oleh cermin. Ah, semakin tembam aku ini. Semakin putih wajahku. Oh, sudah ada garis-garis kedut di pelipis mata. Begitulah hasil analisa akal menerusi pandangannya. Hasil pandangan itu, kita pun bertindak mengurangkan berat badan, membetulkan kedudukan pakaian, menggunakan bahan kosmetik untuk merawat wajah dan berazam untuk memulakan diet atau senaman. Diri kita juga boleh dilihat dengan pandangan nafsu.

Katalah, kita masih pada usia muda (remaja). Muda hanya sekali, begitu bisik pandangan nafsu. Jangan disia-siakan peluang yang datang hanya sekali ini. Maka nafsu yang sentiasa merangsang kepada kejahatan ini akan memberi “nasihat” jahatnya. Mana lagi disko, dangdut dan tempat-tempat pelesiran yang belum didatangi. Tunggu apa lagi, ayuh pergi!

Begitulah pandangan nafsu oleh orang muda. Bagi orang yang telah tua pula, pandangan nafsu ada helahnya tersendiri. Eh, engkau belum tua lagi. Apakah kau lupa, ‘Life begin at forty. Man is like wine… Akibatnya, orang tua tidak merasa tua lagi – miang-miang keladi, makin tua makin jadi. Maksiat terus diratah sebanyak-banyak dan secepat-cepatnya, seolah-olah pasukan bola yang memburu gol pada waktu kecederaan.

Bila diingatkan, datuk dah senja ni… Dia tidak akan menerimanya bahkan istilah orang tua kerap ditukar menjadi “orang lama”. Ya, mungkin si tua yang didominasi pandangan nafsunya ini, sudah pencen dalam kerjayanya tetapi belum pencen dalam melakukan dosa. Bagaimana pula orang yang melihat dirinya dengan pandangan mata hati? Orang muda akan menghargai umurnya dengan melakukan ketaatan kepada Allah. Muda bukan sekali, tetapi dua kali. Begitu bisik hatinya.

Kali pertama ialah umur muda di dunia yang bersifat sementara. Manakala muda kali kedua ialah muda di dalam syurga yang abadi selamanya (menurut sesetengah ulama umur ahli syurga sekitar 30-an). Orang muda yang dipengaruhi oleh pandangan mata hati ini insaf bawa muda adalah saat terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka ini sedar bahawa antara soalan yang akan ditanyakan di padang Mahsyar nanti ialah, ke mana umur mudamu sudah kamu habiskan?

Allah tidak bertanyakan umur tua, ini kerana umur muda adalah ‘prime time’ (masa yang sangat berharga) untuk seseorang manusia, dan alangkah baiknya jika ‘aset’ yang sangat berharga ini diserahkan kepada Allah? Bukankah itu petanda kita benar-benar mencintai-Nya?

Lalu hati orang muda itu pun berazam, jika demikian aku akan gunakan umur muda yang sementara ini untuk mendapat umur muda yang kekal abadi di syurga. Demikianlah azam orang muda yang memandang dengan pandangan mata hati. Lalu dia akan menyegerakkan amalan kebaikan, tidak bertangguh-tangguh taubat dan segera meninggalkan kejahatan. Usia muda dianggap sebagai satu kesempatan bukan satu penangguhan. Rasulullah s.a.w bersabda: “Allah suka orang yang bertaubat, tetapi Allah lebih suka orang muda yang bertaubat.” 88462094

Pandangan Mata Hati Imam Syafii

Orang tua yang melihat dengan pandangan mata hati akan bertambah serius dalam melaksanakan kebaikan dan ‘berpatah arang’ dengan kejahatan. Masa telah begitu suntuk. Entah sempat, entahkan tidak. Itulah rasa hati mereka.

Mereka tidak sudi lagi berpaling kepada yang mengganggu dan menggugat. Tumpuan utama hanyalah mengejar masa. Imam Syafii misalnya, pada usia empat puluh tahun sudah pun berjalan dengan memakai tongkat. Orang keliling kehairanan, justeru Imam Syafii masih tegap dan sihat. Bukankah beliau seorang pemanah yang tepat dan penunggang kuda yang cekap?

Ketika menjawab soalan orang tentang mengapa dia bertongkat, Imam Syafii berkata, “Tongkat ini untuk mengingatkan bahawa aku telah tua. Cukuplah semua hadiah dan sanjungan yang telah ku terima selama ini. Aku tidak perlukan lagi. Tumpuan sepenuh hati ku sekarang ialah menuju Allah!” Demikian “orang tua” yang memandang dirinya dengan pandangan mata hati. Sayangnya, kebanyakan kita yang mendakwa pengikut setia Imam Syafii tidak pula bersikap begitu. Kita tidak mencari tongkat “pengingat” seperti beliau, sebaliknya mencari tongkat “penggiat” – tongkat Ali!

Kesimpulan:

Sekarang bagaimana? Setiap kali kita memandang wajah di cermin, kita melihat dengan pandangan yang mana? Pandangan mata, akal, nafsu atau hati? Sebagai seorang Islam, kita diajar supaya setiap kali bercermin muka kita disunatkan membaca doa berikut: “Ya Allah, sepertimana Kau telah sempurnakan ciptaan wajahku, maka Kau sempurnakanlah pekertiku.” Ini menunjukkan bahawa menerusi doa ini Islam mengajar kita, jangan sekali-kali hanya melihat wajah lahir (muka) tetapi perlu melihat wajah batin kita (pekerti). Pekerti kita itulah hakikat diri kita yang sebenar.

Jasad yang tercipta dari tanah, bukanlah hakikat diri kita. Ia akan kedut, reput bahkan hancur akan dimamah ulat, cacing dan tanah. Tetapi diri kita yang hakiki ialah budi pekerti kita, yang tidak akan hancur selama-lamanya. Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Apa yang dilihat dengan pandangan mata hati inilah yang dikenang oleh manusia dan diberi ganjaran oleh Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w bersabda: “Allah tidak menilai rupa lahir kamu tetapi Allah menilai amalan dan hati kamu.”

Demikianlah apa yang dikatakan celik mata hati atau kesedaran. Tegasnya, mata hati akan celik hanya apabila kita melihat kehidupan ini sejajar dengan kehendak atau ketetapan Pencipta hidup – Allah. Inilah pandangan hidup (worldview) yang paling jelas tepat. Bermula dengan pandangan yang tepat inilah kita boleh menjalani hidup dengan sebaik-baiknya.

Jika tidak, terjadilah apa yang ditegaskan oleh Allah menerusi firman-Nya yang bermaksud: “Dan sesungguhnya Kami sediakan bagi neraka jahanam itu golongan jin dan manusia yang mereka itu mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya, dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya; mereka itu ibarat binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Surah al-A’raaf 7:179).


By Pahrol Mohammad Juoi~

Monday, November 30, 2009

KE HADAPAN BINTANG JATUH

Ke hadapan Bintang Jatuh,
kau nampak tidak anak itu sedang hampir-hampir terbunuh?
iya, dia itu yang sedang menangis di tepi tangga batu
iya, dia itu yang sedang sendirian tersedu-sedu.

dia tu sangat-sangat kasihan
di dunia ini dia rasakan, “aduh, aku sangat sendirian”
tidak ada sahabat, tidak ada kawan
kerana baginya dia langsung tidak reti berteman.

wahai bintang, aku ada bicara.
mahukah kau dengarkan andainya aku mau untuk bersuara?
janganlah jatuh dulu, nanti-nantilah dulu
ada pesan aku mau kirimkan lewat suara kamu.

anak itu tidak tahu bagaimana untuk bangkit dan ketawa
kerana apa yang dilihatnya lucu tidak pula di mata mereka
dia percaya pada kisah pari-pari dan kayangan
dia sanggup percaya setiap perkara itu adanya kemungkinan.

maka mana mungkin ada yang mahu mengerti
hatinya terlalu murni, pastilah ramai yang akan benci
dia dihina kerana percaya akan sesuatu yang bernama cinta
dia diolok-olok, dia dibobrok-bobrok, dia dimain-main kerana cinta.

lalu bintang jatuh, pergikan padanya dengan halus dan hati-hati
kisahkan ceritaku ini agar dia mengerti
yang sebenarnya bukan dia yg pelik dan songsang
cuma dunia yang bodoh kerana sudah berhenti memandang

bintang jatuh, perlahanlah!
jangan sampai kau mencecah
bintang jatuh, kisahkanlah!
ke matanya yang membasah

katakan padanya semua itu memang biasa
ceritakan juga tentang bundanya
juga suara ayahandanya yang dulu pernah diludah-ludah
mereka dibaling batu, dikeji-keji, dimarah-marah

hembuskan ke dalam hati anak itu yang sudah mula dingin
siulkan petik gitar ayahnya lewat suara angin
dan nyanyikan suara bundanya ini lewat guruh
bilang padanya “teruskan yakin kamu anak, biarkan bergaduh!"

"kerana kalau difikirkan orang, sampai bila
kalau difikirkan hati orang, cis! takkan kemana!
sesungguhnya manusia itu bagaikan serigala
sekali kau suapkan jiwa kamu, sampai bila-bila mau selama-lamanya"

bintang jatuh, perlahanlah!
jangan sampai kau mencecah
bintang jatuh, kisahkanlah!
ke matanya yang membasah
- - - - -
-Fynn Jamal

Asal puisi ini dari sini.
lihat videonya di sini.

Thursday, November 26, 2009

My New Worldview

Bismillahirrahmanirrahiim.

Alhamdulillahirabbil 'alamin. Peace and blessings upon Prophet Muhammad s.a.w. for his teachings that has brought mankind from the world of darkness and bleak future to the world of light and hope.

No words may extend this feeling of gratitude and gratefulness for being able to live another day, breathing and experiencing this life as a normal human being with a well-to-do family, beautiful circle of friends, colleagues and acquaintances, being able to pursue to another level of education, for having the chance to get into many beneficial engagements, organizations, programs and what not. In fact, to compare myself to other people of different walks of life; destitute family, unfortunate individuals, I have to admit that I enjoy many more than those mentioned.

Friday, November 20, 2009

Mana Milik KIta

Mana milik kita
Tidak ada milik kita
Semua yang ada
Allah yang punya

Tidak ada kita punya
Kita hanya mengusahakan saja
Apa yang kita dapat
Allah sudah sediakannya

Kita Allah punya
Dunia ini ciptaan-Nya
Miliklah apa saja
Tidak terlepas dari ciptaan-Nya

Mana kita punya
Tidak ada kepunyaan kita
Kita hanya mengusahakan
Apa yang telah ada

Mengapa kita sombong
Memiliki Allah punya
Mengapa tidak malu
Kepada Allah yang empunya

Patut bersyukur kepada Allah
Yang memberi segalanya
Malulah kepada Allah
Kerana milik Ia punya

Janganlah berbangga
Apa yang ada pada kita
Kalau Allah tidak beri
Kita tidak punya apa-apa

Janganlah mengungkit
Mengungkit jasa kita
Jasa kita di sisi-Nya
Yang sebenarnya Allah punya

Marilah kita bersyukur
Bukan berbangga
Bersyukur kepada Allah
Bukan mengungkit jasa

Gunakanlah nikmat Allah itu
Untuk khidmat kepada-Nya
Selepas itu lupakan saja
Agar tidak mengungkit-ungkitnya

Lirik: Asri Ibrahim
Lagu: Asri Ibrahim
Album: Nostalgia Nadamurni

Thursday, November 19, 2009

No More


She’s staggering.

Would anyone be kind enough to hold her hand?


She’s unfairly acquainted with the bleak future of Life.

Would anybody care to brighten her way?


She’s crying alone.


For she knows not

that there is more to life than this.


Frightened by the angry faces

of the devils and the monstrous creatures.


She screamed alone.

Shivering in her own indigence.


Fiend versus Friend.

No significant different no more.

She trust no more, believes no more.


She believes not of the soothing words

nor of the commiseration.

They are merely words, no grant, not done.

Betrayal she received after she believed.


Thus, believe is dust!

Stained her yearning heart.


Straying off,

She steps forward,

Bear the sore of her wounds.

Her throbbing heart just won’t mind no more.


“If they don’t, then should I?”


And that is Resilient.

That is self-reliance.

And only that matters.


Nothing, no-one, do no good, no more--

Economic Cover Up

Bingkisan Selepas Malam

Terhambat waktu,
Masih juga kaku di situ,
Tidak termangu tidak juga berteleku,
Tidak mengeja juga tidak membaca,
Kelabu.

Di pandang jauh sepi...

Selepas malam ini,
Renung jiwa ke dalam mata hati,
Mengapa serasa sesak ini?

Oh.

Diam bicara.

Hati bersuara sayup-sayup.
Dengar penuh teliti.

"Khabarkan pada diri,
selepas malam ini malam akan pergi
siang berganti
kemudian dia datang lagi
dan pergi
dan datang lagi
kemudian pergi...
Dia biarkan kamu bersahaja
Dia biarkan kamu melayang umpama enak diusap bayu
Lena!"

Aduh...

Malam ketawa sinis lihat kamu begitu,
Kerana Malam telah saksi seribu satu kisah manusia,
Sudah dia gerun lihat bumi derita,
Sudah dia tangis lihat anak sengsara, ibu merana,
Sudah dia gembira bila ada gema bisik munajat hamba,
Sudah dia sayu dengar rintih itu,
Sudah dia percaya pada Wira Cahaya yang bakal gegar dunia.

Tapi kamu masih di situ.
Masih lesu dan layu,
Masih kelabu.

Selepas malam berlalu,
Teruslah hidup dalam termangu-mangu!
Ah, kamu itu yang masih beradu.
Terus-terusanlah beradu,
Teruskan beradu--

New Face!

Bismillahirrahmanirahiim...

I like this new face. Very much! It's refreshing and it's actually white.

White.
I like it. White glows. It sparks. It is yet clean and pure.
That's how new face or even new phase should be.

Putting new face and starting a new phase should be exciting yet enlightening...

New Phase, here I come!

Many to venture and digest. May Allah Almighty give the power and strength to endure what may come in the future. I want this purity to stay.

May Allah Bless us all with His Love, Guidance and Barakah all along. Amiin!


Monday, November 16, 2009

Matahari

Imej matahari yang paling jelas

diperolehi oleh

Royal Swedish Academy Of Science

pada 14 nov 2002 melalui Swedish Solar Telescope

Sebagai Renungan:
Diriwayatkan bahawa Rasululallah pernah menceritakan betapa asalnya kejadian api di dunia ini. Setelah nabi adam dihantar ke dunia kerana kesalahanya memakan buah larangan maka Allah swt telah memerintahkan Jibril as supaya mengambil api dari neraka untuk dihantar ke dunia untuk kegunaan nabi adam as. Maka jibril as pun diperintahkan untuk meminta api tersebut daripada malaikat penjaga api neraka iaitu Zabaniah.

Jibril: wahai zabaniah, aku diperintah untuk mengambil sedikit api neraka untuk dihantar ke dunia bagi kegunaan adam as.

Zabaniah: sebanyak mana sedikit itu ?

Jibril: sebesar kurma...

Zabaniah: kalau sebesar buah kurma api neraka itu engkau bawa nescaya akan cairlah tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi akibat kepanasanya.

Jibril: kalau begitu berilah aku sebesar separuh dari buah kurma...

Zabaniah: kalau sebesar separuh buah kurma api neraka ini engkau letakan di dunia nescaya tidak akan turun walaupun setitik hujan dari langit dan tidak ada suatu pun tumbuhan akan tumbuh di bumi nanti..

Memandangkan keadaan yang rumit ini maka jibril as pun menghadap Allah untuk mendapatkan saiz yang perlu dihantar ke dunia. Allah swt pun memerintahkan supaya jibril mengambil sebesar ZARAH sahaja dari api neraka untuk dibawa ke dunia. Maka jibril as pun mengambil api neraka sebesar zarah dari zabaniah tetapi oleh kerana kepanasan yang keterlaluan api neraka sebesar zarah itu terpaksa disejukan dengan mencelupnya sebanyak 70 kali ke dalam sungai di syurga dan sabanyak 70 buah sungai. = 70 x 70

Selepas itu jibril as pun membawa api itu turun ke dunia dan diletakan di atas sebuah bukit yg tinggi, tetapi sejurus setelah diletakan tiba-tiba bukit itu terus meleleh cair maka cepat-cepat jibril mengambil semula api tersebut dan dihantar semula ke neraka.

Hanya sisa-sisanya sajalah yang terdapat di dunia ini seperti api yang sering kita gunakan untuk berbegai keperluan dan juga api yang terdapat di gunung berapi dan lain lain lagi.

PENGAJARAN: Bayangkanlah kepanasan api neraka yg sebesar zarah yang terpaksa disejukan dalam 70 buah sungai dengan sebanyak 70 celup setiap sungai dan hanya sisanya saja itupun manusia tidak dapat bertahan akan kepanasanya bagaimana dengan api di neraka itu sendiri.
SEBESAR ZARAH SAHAJA.

Wednesday, November 11, 2009

Malam Tari Menari

Malam ini, malam tari-menari.

Saat ini hanya mahu menari, jari. Tariannya yang mungkin kekok, hambar, songsang, sumbang.
Malam ini jiwa jadi latar muzik tarian. Tidak zapin, tidak juga balada, juga bukan inang.

Jari ligat menari meluahkan gelodak akal yang kian sesak. Ikut irama jiwa...

Liuk lentok jari mengukir seribu faham rasa. Mahu punya peminat tapi pentas kosong.
Hanya dengung tapak tari yang berbunyi bersahut-sahut dengan muzik jiwa. Senandung hati mula melata suara;

Aku ini
Lihatlah
Mahu kamu yang pertama
Biar dia tak faham!
Biar mereka dengki dan benci!
Kerana mahu kamu mengerti...
Hanya mahu kamu yang pertama!

Aku ini
Dengarlah
Bisu
Tapi bersuara
Hanya kamu yang bisa mendengar

Aku ini
Fahamlah
Punya lohong-lohong dalam benak rasa
Punya ruang-ruang minda yang bergema
Punya tempat jiwa yang menanti di-empunya

Aku ini
Kenallah
Tak serupa dia
Tak serupa mereka
Mungkinkah serupa kamu jua?

Aku ini
Bisu
Pekak
Buta
Cacat
Cela!

Nampak tak itu Aku?
Ya, itulah aku!

Jangan kau anggap dia itu dewi pari-pari
Jangan kau anggap dia itu puteri kayangan
Jangan kau anggap dia itu nujum handalan
Tahu serba-serbi
Boleh itu, boleh ini
Mampu segenap segi

Oh, ini aku...

Yang percaya kamu boleh menampung
Yang yakin kamu boleh memenuh
Yang sedar kamu penyempurna

Oh...
Kamu, inilah aku
Kenallah
Ini aku...

Kamu itu serinya Aku

Senandung berhenti. Pentas sunyi. Irama jiwa terlerai dari faham rasa. Jari longlai. Empuhnya hilang. Kudratnya melayang. Tarian yang tadinya galak dengan tenaga rasa, kini mulai henti.

Kata hati: ini malam tari-menari, dengan latar muzik jiwa. Lagunya: Aku dan Pantulnya.

Thursday, October 22, 2009

Do you know?

HE who knows not
and knows not that he knows not
is a fool. Shun him.

HE who knows not
and knows that he knows not
is a child. Teach him.

HE who knows
and knows that he knows
is asleep. Waken him.

HE who knows
and knows that he knows
is wise. Follow him.

-Persian Proverbs

Tuesday, October 6, 2009

Lao Tzu

Give up virtue, renounce wisdom;
people will benefit a thousand times.

Give up kindness, renounce morality,
people will embrace love and filial piety.

Give up cleverness, renounce greed,
bandits and thieves will vanish.

--Lao Tzu, Tao Te Ching
[excerpt taken from "Thick Face, Black Heart", Chin-Ning Chu]

Monday, September 28, 2009

MAJLIS JAMUAN AIDILFITRI 1430H

Assalamualaikum wrh wbt

Presiden & Ahli Jawatankuasa Kerja Pusat

Pengerusi & Lembaga Pengarah

Dengan segala hormatnya mengundang

YBhg. Dato' Seri/ Datin Seri/ Datuk/ Datin/ Tuan/ Puan/ Saudara/ Saudari

menghadiri

MAJLIS JAMUAN AIDILFITRI 1430H

WADAH-ABIM-PKPIM & AGENSI

Dengan Kerjasama

MASJID NEGARA

Pada

12 Syawal 1430H/ 1 Oktober 2009

Bertempat

Dewan Syarahan Masjid Negara, Jalan Perdana Kuala Lumpur

Masa

11:30 pagi hingga 4:00 petang

Mudah-mudahan Allah memberi kelapangan waktu untuk kita bersama-sama

bertemu dan mengukuhkan lagi ukhuwah .


Pertanyaan dan maklumbalas, sila hubungi 016-208 1300 @ 013-380 3207

Informasi Daripada:-
Sekretariat ABIM Pusat
No.6, Jalan TC 2A/2,
Taman Cemerlang
53100 Kuala Lumpur

Tel: 603-4256 8400
Fax: 603-4251 9311

sap@...
www.abim.org. my

Mengapa Engkau Menangis

Seorang anak laki-laki kecil bertanyakepada ibunya "Mengapa engkau menangis?"

"Kerana aku seorang wanita", kata sangibu kepadanya.

"Aku tidak mengerti", kata anak itu.Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"

Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa ibu suka menangis tanpa alasan?"

"Semua wanita menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.

Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu mengapa wanita menangis.

Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah menangis?"

"Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan "

"Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "

"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "

"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya "

"Aku memberinya kekuatan untuk mendukung suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya "

"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu"

"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan dan ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."

"Kau tahu;kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, susuk yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya."

"Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, kerana itulah pintu hatinya..
Tempat dimana cinta itu ada."

Giving Your 100%

What Equals 100%?

What does it mean to give MORE than 100%?

Ever wonder about those people who say they are giving more than 100%?

We have all been in situations where someone wants you to GIVE OVER 100%.

How about ACHIEVING 101%?

What equals 100% in life?


Here’s a little mathematical formula that might help answer these questions:


If:

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z


Is represented as:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2021 22 23 24 25 26.


If:

H-A-R-D-W-O-R-K

8+1+18+4+23+15+18+11 = 98%




And:

K-N-O-W-L-E-D-G-E

11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96%


But:

A-T-T-I-T-U-D-E

1+20+20+9+20+21+4+5 = 100%


THEN, look how far the love of God will take you:
L-O-V-E-O-F-G-O-D

12+15+22+5+15+6+7+15+4 = 101%


Therefore, one can conclude with mathematical certainty that:
While Hard Work and Knowledge will get you close, and Attitude will get you there,

It’s the Love of God that will put you over the top!

"La ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzalimiin"

Sunday, September 27, 2009

Futur: Al Haur Ba'da al Kaur

OBAT FUTUR - 2007/05/08 13:29

Judul: al-Haur Ba'da al-Kaur ( lemah/malas dalam beribadah setelah dulunya semangat/rajin )

Sesungguhnya fenomena berpaling dari komitmen pada agama ini sungguh telah menyebar di kalangan kaum muslimin. Berapa banyak manusia mengeluh akan kerasnya hati setelah sebelumnya tentram dengan berdzikir pada Allah, dan taat kepada-Nya. Dan berapa banyak dari orang-orang yang dulu beriltizam (komitmen pada agama) berkata, "Tidak aku temukan lezatnya ibadah sebagaimana dulu aku merasakannya" , yang lain bekata, "Bacaan
al-qur'an tidak membekas dalam jiwaku", dan yang lain juga berkata, "Aku jatuh ke dalam kemaksiatan dengan mudah", padahal dulu ia takut berbuat maksiat.

Dampak penyakit ini nampak pada mereka, diantara ciri-cirinya adalah :
1. Mudah terjatuh dan terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan (Allah), bahkan dia terus melakukannya padahal dahulu dia sangat takut terjerumus kedalamnya.

2. Merasakan kerasnya hati, nasehat tentang kematian tidak berbekas sama sekali dalam
hatinya, demikian juga melihat jenazah dan kuburan.

3. Tidak mantap dalam beribadah, sehingga anda (akan mendapati orang seperti
ini) tidak menemukan "kelezatan" dalam menunaikan sholat, membaca al-Qur’an, dan lainnya, serta malas (melakukan) ketaatan dan ibadah, bahkan mengabaikannya dengan mudah, padahal ia dulu giat serta bersemangat melakukannya.

4. Lalai dari berdzikir kepada Allah, serta tidak menjaga lagi dzikir-dzikir syar’iyah (seperti dzikir pagi dan petang, ma'thurat) padahal dulu ia giat dan bersemangat melakukannya.

5. Memandang rendah kebaikan dan tidak perhatian kepada amal kebajikan yang mudah dilakukan padahal dulu dia orang yang paling teguh dan rajin.

6. Selalu dibayangi oleh rasa takut pada waktu tertimpa musibah atau problematika, padahal dulu ia tegar serta teguh imannya kepada takdir Allah.

7. Hatinya cenderung kepada dunia dan sangat mencintainya (penyakit wahan) hingga ia akan merasa sangat sedih sekali jika ada sesuatu dalam kehidupan dunia ini yang luput darinya, padahal dulu ia sangat terikat kepada akhirat dan kepada kenikmatan yang ada di dalamnya,

Allah Ta’ala telah berfirman :"Tetapi kalian memilih kehidupan dunia, sedang kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal." ( al-A'la : 16-17 )

8. Terlalu berlebihan dalam memperhatikan kehidupan dunianya baik dalam masalah makan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan, padahal dulu ia lebih mengutamakan untuk mempercantik akhlaqnya dan untuk komitmen serta berpegang teguh pada agama.

Masih banyak lagi sebenarnya dampak penyakit ini. Dan sungguh Nabi telah berlindung
dari al-Haur ba’da al Kaur. Dari ‘Abdullah bin Sarjas a ia berkata,
"Rasulullah jika bepergian berlindung dari kesukaran perjalanan, kesedihan saat kembali dan dari al-Haur ba’da al Kaur (lemah/malas dalam beribadah setelah dulunya semangat/rajin) ."

Dalam riwayat at-Tirmidzi :
"… dan dari al haur ba’da al kaun..".

BerkataNawawi, "Kedua hadits ini adalah hadits yang disebutkan oleh para ahli hadits, ahli bahasa dan ahli gharibul hadits/lafadh asing dalamhadits." (Syarh Muslim 9/119)

Lalu apakah makna'al-Haur ba’da al-Kaur'?
Ibnul Faris berkata : "al-Haur" artinya adalah : kembali, Allah berfirman :

"Sesungguhnya ia menyangka bahwa ia sekali-kali tidak akan kembali, tetapi tidak…" (al-Insyqaaq : 14)

Orang Arab berkata :
Maknanya kebatilan itu kembali dan berkurang.

Jika dikatakan :
"Kami berlindung kepada Allah dari al haur.
Makna al-Haur adalah berkurang setelah bertambah. (Mu’jamu Maqayis al-Lughah 2/117)

Ibnu Mandzur menjelaskan dalam "Lisanul ‘Arob" (4/217), ia berkata : "Dan dalam hadits :

'Kami berlindung kepada Allah dari al Haur setelah al Kaur? Maknanya adalah dari berkurang setelah bertambah, atau dari kerusakan urusan kami setelah kebaikan."

At-Tirmidzi menafsirkan dengan perkataannya : "Dan makna perkataannya : "al-Haur
ba’da al-Kaun atau al-Kaur, kedua kata itu (al-Kaun dan al-Kaur) mempunyai satu arti, yaitu kembali/berpaling dari keimanan menuju kekafiran, dari ketaatan menuju kemaksiatan.? " (Sunan at-Tirmidzi 498/5)

Kalau begitu, makna al Haur ba’da al Kaur adalah perubahan keadaan manusia dari iman kepada kekafiran, atau dari takwa dan kebaikan kepada perbuatan rusak dan buruk, atau dari hidayah kepada kesesatan. Dan dalam hal ini manusia berbeda-beda tingkatannya, maka jika seseorang mundur/berpaling ke belakang dikhawatirkan ia menutupakhir kehidupannya dengan hal yang buruk.

Dan satu hal yang telah diketahui bahwa amal-amal (seseorang) dilihat pada akhir
kehidupannya, dari Sahl bin Sa’ad a, bahwa Nabi bersabda :
"Sesungguhnya seorang laki-laki dulunya beramal dengan amal penghuni neraka, dan sesungguhnya ia adalah penghuni surga, dan ia dulu mengerjakan amalan penghuni surga, padahal ia adalah penghuni neraka, sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada akhirnya." (HR. al-Bukhari 6607)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berkata :
"Sesungguhnya ada seseorang yang dia beramal dengan amalan penghuni surga dalam jangka waktu yang lama tapi diakhir hayatnya dia melakukan perbuatan penghuni neraka dan ada juga orang yang dahulunya berbuat perbuatan penghuni neraka tapi dia akhiri hidupnya dengan perbuatan penghuni surga." (HR. Muslim 2651 dan Ahmad).

Nash-nash hadits diatas dan selainnya menerangkan kepada kita bahwa yang paling menentukan amal seseorang itu bukan dari apa yang dilakukannya semasa hidupnya tetapi dalam keadaan bagaimana ia mengakhiri hidupnya.

Oleh karena itu pembahasan masalah ini sangat penting sekali, jangan sampai ada seseorang diantara kita yang mengira ia telah sukses melalui jembatan dan sampai di daratannya dengan aman disebabkan komitmennya terhadap agama, serta selamat dari kesesatan dan dari al Haur ba'dal Kaur.

Keteguhan/kekokohan hanya dari Allah semata. Allah menguatkan/meneguhk an nabi-Nya, Dia berfirman :
"Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka". (al-Isra' : 74)

Oleh karena itu Rasulullah r mengajarkan kepada kita agar kita memohon pertolongan kepada Allah agar Dia mengokohkan kita diatas agama Islam, baginda bersabda :
"Wahai yang meneguhkan hati, teguhkanlah hati kami diatas agama-Mu" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dan sering kali baginda berkata tatkala bersumpah :
"Tidak, demi Dzat Yang Membolak-balikkan hati." (HR al-Bukhari 7391)

Diantara doa nabi saw :
"Wahai yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami untuk taat kepadamu." (HR Muslim 2654)

Seorang yang beriman harus berusaha memeriksa hatinya dan mengetahui penyakit
serta penyebab sakit hatinya, dan berusaha untuk mengobatinya sebelum hatinya menjadi keras dan akhir hidupnya menjadi jelek. Maka apa penyebab al-Haur ba'dal Kaur dan apa obatnya?

Sebab-sebab al-Haur ba’dal Kaur adalah :

1. Lemah Iman.
Lemah iman adalah penyebab kerasnya hati, mudah jatuh dalam kemaksiatan dan
malas dari ketaatan, tidak mendapatkan pengaruh dari (membaca) al-Qur'an dan shalat. Lemah iman juga mengurangi rasa takut dia kepadaAllah swt. Lemah iman juga penyebab banyaknya terlibat debat dan berbantah-bantahan, tidak adanya perasaan merasa bertanggung jawab kepada Allah swt dan beberapa fenomena lainnya.

Hal ini juga disebabkan sikap menjauh dari teman yang shalih serta majelis ilmu, dan
tersibukkan dengan urusan-urusan dunia serta panjang angan-angan, dan terjerumus dalam hal-hal yang di haramkan. Maka apabila iman seseorang lemah, maka berubahlah keadaannya, dari hal yang baik & istiqamah menjadi tersesat dan berpaling. Maka suatu keharusan (bagi seorang muslim yang merasakan lemahnya iman) untuk mengobatinya. Caranya adalah
dengan ikhlas (kepada Allah) dan membaca serta merenungkan al-Qur'an kemudian takut kepada (siksaan) Allah swt dan bertaubat dari dosa, kemaksiatan, takut terhadap akhir kesudahan yang buruk serta mengingat mati dan akhirat.

2. Jauh Dari Suasana Yang Penuh Dengan Keimanan.
Seperti majelis ilmu, masjid, al-Qur'an, teman yang shalih, shalat malam, dzikir dan lainnya. Jauh dari suasana yang penuh keimanan ini akibatnya adalah berbalik kebelakang (kembali kepada kemaksiatan) . Maka apabila seseorang jauh dari temannya yang shalih dalam waktu yang lama lantaran bepergian jauh atau suatu tugas atau semisalnya ia akan kehilangansuasana yang penuh keimanan yang mengakibatkan lemahnya iman dan tidak iltizam lagi, apabila ia tidak segera memperbaiki jiwanya.

Berkata al-Hasan al-Basri : "Teman-teman kita lebih mahal (nilainya) dibanding
dengan keluarga kita, (hal ini disebabkan) karena keluarga kita hanyamengingatkan kita kepada dunia, sedangkan teman-teman kita mengingatkan kita kepada akhirat".

Maka selayaknya seorang muslim menjaga komitmennya terhadap agama dengan cara bersungguh-sungguh dan berusaha menjumpai lingkungan yang penuh keimanan.

3. Pengaruh Lingkungan (Yang Jelek)
Jika seorang yang beriltizam berada ditengah lingkungan jelek, yaitu ia hidup bercampur dengan manusia yang bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya dan asyik berdendang dengan lagu-lagu & nyayian, merokok, membaca majalah, lidahnya menggunjing & mencela orang yang beriman, dan apabila ia menghadiri suatu majlis undangan atau acara pernikahan (dikalangan mereka), didapatinya kemungkaran, pembicaraan-pembicaraan mengenai perdagangan, jabatan, harta serta masalah-masalah dunia yang mengakibatkan terjatuhnya hati dalam cinta yang mendalam pada dunia, jika demikian keadaannya maka hati berubah menjadi keras, dan akhirnya berbalik dari komitmen terhadap agama dan kebaikan kepada cinta dunia dan kemaksiatan.

Dan apabila ia diuji dengan harta, dengan istri yang lemah imannya atau anak-anak yang sama dengan ibunya dia tidak mampu teguh bahkan mundur dan meninggalkan kebaikan dan keistiqomahan. Jika dia berkumpul dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya yang jelek, mendengar kata-kata yang menyakitkan, ejekan, dan mendapatkan nasehat-nasehat yang menghalanginya untuk beriltizam, maka akibatnya ia mundur dari beriltizam dan berbalik
hingga merugi di dunia dan di akhirat.

4. Lemah Dalam Pendidikan Yang Benar (Sesuai Agama).
Jika seorang muslim tidak menjaga dirinya dengan pemeliharaan, pendidikan
dan perjuangan, ia akan mundur dan berbalik. Maka ia harus meluangkan
waktunya sesaat untuk bertaqarrub/ mendekatkan diri kepada Allah,
menginstropeksi dirinya, mohon ampun dan bertaubat. Dan ia harus
meluangkan waktu untuk mendapatkan ilmu agama, mempelajarinya,
membacanya dan mengulangi pelajarannya. Dan ia harus meluangkan
waktunya sesaat untuk berdakwah, sesaat untuk berdzikir dan membaca
al-Qur’an, hingga ia dapat menjaga amalannya itu.

5. Memandang Remeh Dosa-Dosa Dan Perbuatan Maksiat.
Abdullah bin Mubarak berkata :
Aku melihat dosa-dosa itu mematikan hati,
Mengerjakannya terus-menerus menimbulkan kehinaan
Adapun meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati
Dan mendurhakai dosa adalah baik bagi jiwamu

Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya diantara dampak negatif dosa adalah melemahkan perjalanan hati
(seseorang) menuju negeri akhirat atau menghalanginya atau memutuskannya dari perjalanan itu. Dan kadang kala dosa juga bisa memutar balikkannya ke arah belakang (maksiat dan kekufuran). Hati itu akan berjalan menuju Allah dengan kekuatannya, jika hati itu sakit
lantaran dosa-dosa lemahlah kekuatan yang menjalankannya" . (al-Jawabul Kahfi hal 140)

Meremehkan dosa-dosa akan berdampak buruk bagi seseorang, diantaranya menyebabkan bertambahnya dosa, menjauhkan seseorang dari jalan taubat, dan mengajak untuk tidak menjauh dari pelaku dosa. Lalu ia akan asyik bersahabat dan duduk bersama mereka (para pelaku dosa dan maksiat). Bahkan dosa-dosa tersebut mengajaknya untuk menjauh dari orang shalih dan bertaqwa. Dan ini adalah penyebab utama seseorang tidak istiqomah di atas jalan yang lurus.

6. Tertipu Dan Kagum Terhadap Diri Sendiri
Tidak diragukan lagi bahwa menghadiri majelis ilmu dan berteman dengan orang shalih menunjukkan bahwa pada diri orang tersebut terdapat kebaikan, akan tetapi jika telah masuk perasaan tertipu dan bangga terhadap diri sendiri maka hal ini akan memberi pengaruh jelek terhadap pelakunya.
Jika sudah demikian, ia akan merasa telah sempurna dan tidak merasa butuh berbuat kebaikan dan beramal shalih lagi. Dan jika seseorang telah kagum terhadap dirinya sendiri maka akan hilang dari dirinya perasaan takut terhadap akhir kesudahan yang jelek dan ia akan merasa
aman terhadap kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Hal ini merupakan tanda lemahnya hati dan penyebab seseorang itu mundur kebelakang tidak istiqamah lagi.

Jika seseorang kagum terhadap dirinya ia akan tersibukkan dengan mencari aib-aib orang lain dan menyepelekan untukmemperbaiki aib dalam dirinya. Maka seseorang harus mengobati jiwanya dengan membuang rasa bangga terhadap diri sendiri kemudian bersikap
tawadhu', takut serta memperbaiki aibnya dan bertaubat kepada Allah Ta'ala.

7. Berteman Dengan Orang-Orang Jahat
Seorang teman mempunyai peranan penting dalam membentuk serta mempengaruhi kepribadian sahabatnya. Jika seorang teman melihat film-film dan majalah-majalah yang memberikan mudharat/bahaya (bagi agamanya), mendengarkan lagu-lagu dan musik, maka ia akan mempengaruhi sahabatnya. Dan terkadang hal-hal yang dilakukan temannya menyelisihi syariat agama tapi ia berbasa-basi dan tidak mengingkarinya, terkadang ia melihat temannya tidak taat beribadah dan meninggalkan sunnah-sunnah nabi, maka ia pun terpengaruh dan meninggalkan keistiqamahannya.

Oleh karena itu seseorang harus memilih teman yang shalih yang membantunya untuk taat kepada Allah, dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa :

"Seseorang itu mengikuti agama temannya, maka hendaknya seseorang melihat siapa temannya"

8. Ada sebab-sebab lainnya yang menyebabkan seseorang meninggalkan keistiqomahan, diantaranya :

#Lemahnya kesungguhan dalam berpegang teguh (terhadap agama) dan tidak
sabar atas kesulitan-kesulitan dan musibah yang menimpanya.
#Panjang angan-angan, berlebih-lebihan dalam menerapkan hukum agama terhadap dirinya diluar batas kemampuan (ekstrim).
#Penyakit-penyakit hati dan lisan yang menimpanya.
#Kepribadian yang lemah dan sikap selalu mengekor kepada orang lain.
#Kegagalan-kegagalan yang menimpa pada masa lalu dan dia sulit keluar darinya.

Lalu Bagaimana Cara Penyembuhannya?
Disaat kita menyebutkan hal-hal yang menyebabkan ketidak istiqamahan, kita juga menemukan cara-cara untuk mengobatinya :
Lemah iman obatnya adalah menguatkan keimanan. Penyakit menjauhi dari lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan obatnya adalah mencari dan menjaga serta meningkatkan lingkungan yang penuh dengan suasana keimanan. Penyakit yang disebabkab oleh lingkungan (yang jelek) obatnya adalah sabar serta menambah keistiqamahan dan bersandar kepada Allah.
Lemah dalam pendidikan yang benar obatnya adalah bersungguh-sungguh dalam mencari pendidikan yang benar sesuai dengan agama dan mengatur waktu serta bersungguh-sungguh memperbaiki jiwa. Dosa-dosa dan maksiat obatnya adalah taubat dan mohon ampun dan tidak meremehkan dosa-dosa tersebut.

Adapun penyakit hati dan lisan yang mengakibatkan perbuatan jelek maka obatnya adalah membebaskan diri darinya dan dengan bertaubat yang benar. Adapun teman yang jelek maka obatnya adalah memilih teman yang baik dan shalih.

Adapula Cara Lainnya Untuk Mengobati Sikap Tidak Istiqamah
1. Ikhlas dan jujur kepada Allah, hal ini adalah sebab terpenting untuk istiqamah dan menjadi baik:

Ibnul Qayyim berkata :
"Sesungguhnya yang mendapatkan kesulitan dalam meninggalkan maksiat yang disukainya
dan yang sering dilakukannya adalah seseorang yang meninggalkannya bukan karena Allah. Adapun seseorang yang meninggalkan hal tersebut dengan jujur, ikhlas dari hatinya karena Allah, ia hanya merasakan kesulitan di awal kali ia meninggalkannya. Ini semua untuk mengujinya, apakah ia jujur dalam meninggalkannya ataukah hanya berdusta, jika ia
sabar dalam menghadapi kesulitan ini sebentar saja, ia akan memperoleh
kelezatannya" . (Al-Fawaid : 99)

2. Takut kepada akhir kesudahan/kematian yang jelek (su'ul khatimah)
Seorang yang beriman dan jujur harus takut dari akhir kesudahan yang buruk, dan waspada dari penyebabnya. Allah I berfirman :

"(Ya Allah) wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang salih". (Yusuf : 101)

Suatu malam Sufyan ats-Tsauri v menangis hingga subuh, tatkala ia ditanya, ia menjawab :
"Sesungguhnya aku menangis karena takut su'ul khatimah / mati dalam keadaan beramal buruk". (Kitabul aqibah, karya Abdul Haq al-Isbaili 178)

Al-Imam al-Barbahari v berkata :
"Dan ketahuilah, bahwa sepatutnya seseorang ditemani perasaan takut selamanya, karena ia tidak mengetahui mati dalam keadaan bagaimana, dengan amalan apa ia mengakhiri hidupnya, dan bagaimana ia bertemu Allah nantinya sekalipun ia telah mengamalkan segala amal kebaikan.
(Syarhu Sunnah 39)

Rasa takut dari akhir kesudahan yang buruk memiliki banyak dampak positif. Perasaan ini akan mendorong seseorang untuk berserah diri kepada Allah I serta menghadap kepada-Nya dengan
selalu berdoa kepada-Nya. Perasaan takut ini akan mengajaknya untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan menambah sikap istiqamah dan kebaikan, dan takut dari berbalik mundur kebelakang.

3. Berdoa
Berdo’a kepada Allah agar melindungi kita dari "al-haur badal kaur". Nabi r berdo'a :
"Dan kami berlindung dari al-haur ba'dal kaur" (HR Ahmad dan Muslim 1343, Tirmidzi, Nasai dan lainnya)

Nabi saw juga banyak berdoa :
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati kokohkanlah hatiku diatas agama-Mu" (HR Tirmidzi)

Kita juga diperintah untuk memohon kepada Allah swt agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kita, Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya iman dapat menjadi usang dalam rongga (hati) kalian, sebagaimana baju dapat menjadi usang, maka mintalah kepada Allah agar Dia memperbaharui keimanan dalam hati kalian". (HR Hakim, terdapat juga dalam as-silsilah as-Shahihah karya al-Albani no 1585), maka hendaknya kita memperbanyak berdoa kepada Allah.

4. Kontinyu dalam beramal shalih dan memperbanyak amal shalih.
Sesungguhnya
amal shalih yang dilakukan secara kontinyu oleh seseorang adalah lebih
disukai oleh Allah, sebagaimana sabda Nabi :
"Amal yang paling disukai Allah adalah yang berterusan walaupun sedikit …." (Muttafaqun alaihi)

Jika seorang muslim berterusan dalam beramal shalih sesungguhnya ia akan hidup dalam kebaikan dan keistiqamahan, jika ia lemah dan tertimpa rasa putus asa, maka amal-amal kebaikan yang ia lakukan secara kontinyu ini akan menjadi tiang penyangga untuk istiqamah, mengembalikan jiwa (yang putus asa), dan menguasai jiwanya. Maka sepatutnya bagi seorang muslim untuk memperhatikan dalam mengerjakan amal-amal shalih beberapa perkara ini :

a. Bersegera dan berlomba-lomba dalam beramal shalih, Allah berfirman :
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga …" (Ali Imran : 133)

b. Dan terus beramal shalih serta menjaganya :
"Senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku (Allah) dengan amalan-amalan sunnah
hingga Aku mencintainya. .." (HR Bukhari 6137)

c. Lalu bersungguh-sungguh dalam beramal shalih dan memperbanyaknya kemudian
bervariasi dalam beramal shalih supaya tidak membosankan jiwanya.

5. Ibnu Mas’ud berkata :
"Dahulu Nabi r tidak terus menerus dalam memberi nasehat lantaran khawatir kejenuhan menimpa kami". (Bukhari 68)

Maka seorang muslim harus mengambil bagian untuk duduk dalam majelis ilmu yang memberikannya nasehat, dan dibacakan kepadanya kitab-kitab tentang hal itu.

6. Ada juga cara lain untuk mengobati fenomena ketidak istiqamahan ini, diantaranya :
Berdzikir kepada Allah, merenungkan kehinaan dunia, mengoreksi diri, beramal dan aktif berdakwah.

Akhirnya segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Kita berlindung kepada Allah dari al-Haur ba’dal Kaur.

"Ya Allah (yang membolak-balikkan hati).
Tetapkanlah hati-hati kami untuk selalu ta'at kepada-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah."

Maraji’:Redaksi
Sumber : http://www.salafindo.com

Allahu 'a'lam